ASSALAMU'ALAIKUM, SELAMAT DATANG DI WEBSITE P2MK (PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA KETANJUNG) >Email ; p2mksaya@yahoo.co.id >Facebook ; Persatuan pelajar dan mahasiswa ketanjung

Perkembangan Fisik Desa dan Warga Ketanjung by p2mk


Berdasarkan realita yang ada warga desa Ketanjung sejak awal permulaannya menempati rumah yang terbuat dari kerangka kayu (Rumbia) dan beratapkan anyaman daun kelapa (Welet) serta beralaskan tanah ditunjang lagi dengan jalan utama desa yang masih “Bletok”.
Dan konon ceritanya desa Ketanjung ketika jaman penjajahan Belanda sempat dibuat tempat singgah tentara Belanda ketika Jepang tengah berkuasa di Indonesia. Waktu itu ketika Belanda hendak menjajah menuju ke kabupaten Kudus terlebih dahulu lewat jembatan-jembatan tanggul (Sesek : Jawa) perbatasan Demak dan Kudus.
Bisa kita bayangkan bagaimana waktu itu ketika jalan desa yang masih bletok tersebut bias digunakan untuk lalu lalang orang ketika hendak pergi keluar desa. Ketika itu pula warga belum kuasa untuk menjadikan jalan tersebut menjadi layaknya jalan yang bias dilewati dengan seksama sebagaimana jalan-jalan yang diurug dengan tanah padas seperti jalan pada umumnya. Pada malam hari, apalagi ketika musim penghujan tiba hawa dingin menyelinap disekujur tubuh warga dan menjadikn pemandangan malam menjadi hitam pekat sunyi senyap tanpa adanya basuhan sinar rembulan. Sesekali lampu “senter” menerangi sekitar rumah warga, akan tetapi karena terlalu kencangnya angin dimalam hari akhirnya seringkali lampu tersebut padam. Tiada satupun warga yang keluar rumah karena tiada lampu yang berada di jalanan.
Dan tatkala musim kemarau tiba, warga berusaha merapikan alas rumah dan sekitarnya dengan cara mengolah tanah yang diambil dari Sungai Wulan dicampur dengan Brambut (ampas padi) kemudian diratakan dibuat layaknya membuat plesteran seperti pada zaman sekarang terus dibiarkan hingga kering. Sesekali warga membuat “pedian” untuk sekedar menghangatkan badan dengan mengandalkan nyala api yang terbuat dari ampas padi yang dibakar bagai gundukan tanah dan bersama-sama sambil jagongan (bincang-bincang) seraya menikmati indahnya cakrawala di malam hari dengan bermandikan cahaya rembulan.
Hal semacam itu sudah menjadi rutinitas warga hingga berpuluh-puluh tahun adanya. Pada zaman pemerintahan Kepala Desa Abdul Rosyid baru ada inisiatif warga untuk membenahi jalan utama desa agar tidak “bletok” lagi. Alhamdulillah dengan adanya Bandes (Bantuan Desa) dari pemerintah kabupaten akhirnya inisiatif tersebut direalisasikan dengan mengurug jalan dengan tanah padas. Hal ini pertama kali dilakukan pada tahun 1975.
Untuk kali pertama di tahun 1976 bersamaan dengan urugan jalan desa Ketanjung, rumah batu-bata mulai didirikan warga namun eksistensinya masih bias dihitung dengan jari jemari. Pertama rumah beton didirikan bercirikan arsitektur Belanda tanpa menggunakan cakar ayam. Ketika itu orang yang hendak membuat rumah beton harus membeli pasir dan yang lainnya ke Klenteng Tanjung Karang-Kudus (yang merupakan Klenteng tertua di kabupaten Kudus) diangkut dengan tomblok beramai-ramai (gotong royong) karena sebagian jalan yang masih bletok belum terkena urugan sepenuhnya tidak bias dilalui oleh kendaraan armada pengangkut barang.
Ditahun ini pula jalan tembus antara desa Ketanjung-Wates (Kudus) dan Ketanjung-Ngemplak (Kudus) mulai dibuat, dan yang sekarang menjadi jalan tembus ke Ngemplak dulunya merupakan tanggul Kali Anyar yang bermuara dari pintu sungai Tanggul Angin Jati Kudus hingga ke desa Ngemplak. Konon setelah terjadinya alih fungsi sungai “Wali” ke sungai Wulan sebagai batas desa sekaligus kabupaten Demak dengan kabupaten Kudus, karena sungai “Wali” sudah tidak digunakan atau difungsikan lagi untuk pembuangan air akhirnya dibuatlah “Kali Anyar” sebagai tempat pembuangan air rowo daerah Kudus. Disebut “Kali Anyar” karena akibat relokasi fungsi sungai “Wali” yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Hingga sekarang warga Ketanjung dan sekitarnya masih tetap menyebutnya dengan “Kali Anyar”, dari bahasa Jawa Kali artinya sungai, dan Anyar yang berarti baru.
Pada tahun-tahun berikutnya rumah batu-bata sudah banyak warga yang mendirikannya, akan tetapi meskipun demikian pemandangan desa di malam hari masih kian menghitam tatkala cahaya bulan tertutup oleh awan. Selepas lengsernya Bapak Abdul Rosyid dari jabatannya, proyek pengurugan jalan dengan tanah padas kemudian diteruskan oleh Bapak M. Anshori selaku Kepala Desa yang baru hingga menjangkau ke seluruh wilayah desa. Akhirnya pada tahun 1990 ketika beliau baru beberapa bulan menjabat Kepala Desa diusulkanlah tentang proyek penerangan rumah warga oleh Bapak Karjono selaku Carik desa Ketanjung dan berdasarkan musyawarah bersama menyepakati akan adanya listrik di desa ini.
Adanya listrik masuk desa inilah kian membuat angina segar bagi warga desa Ketanjung baik bagi orang tua, pemuda dan anak-anak pelajar. Anak-anak pelajar di malam hari yang dulunya belajar hanya dengan diterangi lampu senter yang terkadang padam kalau terkena hembusan angin malam, kini merasa nyaman dan tidak khawatir lagi untuk berlama-lama belajar agar menjadi orang pintar. Di tambah lagi adanya rencana warga untuk membuat penerangan jalan desa kian menjadikan desa Ketanjung terlihat terang layaknya kota yang setiap malam bermandikan dengan indahnya basuhan lampu jalanan.
Dari Bandes (Bantuan Desa), dilanjutkan dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan alokasi dana dari pemerintah kabupaten diharapkan agar tiap-tiap kecamatan berikut desa-desa yang berada dibawah naungannya bias bergerak lebih baik dari sebelumnya. Pergantian program Bandes menjadi PPK ini tatkala Kepala Desa Ketanjung dijabat oleh Bapak M. Basyirudin hingga berlanjut ke Bapak Isa Anshori, ST. Akan tetapi program tersebut (PPK, red) beberapa tahun kemudian berubah lagi menjadi Alokasi Dana Desa (ADD) dari pemerintah kabupaten Demak oleh Bupati Demak Bapak Drs. H. Tafta Zani, MM. dengan alokasi dana APBD yang 70 % untuk pembangunan fisik daerah dan desa. Ditambah lagi dengan adanya program nasional dari pemerintah pusat dari presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) berupa Program Nasional Pengembangan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP). Maka dengan adanya dua proyek ini (daerah dan pusat) didukung juga dengan swadaya masyarakat akhirnya setelah tampuk pemerintahan desa beralih ke pundak Bapak Isa Anshori, ST. (akhir tahun 2003) proyek pengurugan jalan dengan tanah padas beralih menjadi proses pengerasan jalan dengan betonisasi guna menunjang jalan yang sesuai dengan iklim masyarakat kota pada umumnya dan hingga saat ini sudah berjalan sekitar ± 90 %.
Alhamdulillah, jalan desa yang sekarang ditunjang dengan betonisasi yang ada membuat nyaman untuk lalu lalang dan transportasi warga semakin mudah karena tidak lagi membuat kotor kendaraan ketika musim hujan dating, ditunjang lagi dengan lebih dari 90 % rumah warga yang beralih menjadi rumah batu-bata seakan menjadikan desa Ketanjung bagaikan sebuah perumahan yang berada di pedalaman.   
    
 

0 komentar:

Posting Komentar

Bagi teman-teman yang mau komentar silahkan di tulis di sini >>>>

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | JCPenney Coupons